Peran & Fungsi Masjid

Pengertian Masjid

Secara bahasa kata Masjid dengan wazan (pola kata) Maf’il berasal dari kata sajada-yasjudu-sujuudan artinya bersujud. Berdasarkan pengertian bahasa ini maka masjid berarti isim makan as-sujud (tempat sujud). Pengertian ini sama dengan kata masjad berwazan maf’al, dan bentuk kata ini yang lebih tepat secara bahasa. Mengapa diambil dari kata sujud, bukan diambil dari kata ruku’ sehingga melahirkan kata marka’

المساجد: جمع مسجد، على وزن مَفْعِل بكسر العين، اسم لمكان السجود وهو بهذا الاعتبار لا يختص بموضع معين، وبالفتح: اسم للمصدر، قال في «تثقيف اللسان»: (ويقال للمسجد: مَسْيد، بفتح الميم، حكاه غير واحد)

ولما كان السجود أشرف أفعال الصلاة لقرب العبد من ربه اشتق اسم المكان منه، فقيل: مسجد، ولم يقولوا: مركع[(1260)].

Sedangkan secara istilah Masjid mempunyai dua arti. 
Pertama arti secara umum, yaitu tempat salat di mana pun berada. Masjid dalam pengertian ini yang maksud oleh sabda Nabi
جُعِلَتِ الْأَرْضُ لِأُمَّتِي مَسْجِدًا وَطَهُورًا – رواه أحمد –

“Tanah dijadikan masjid (tempat salat) dan alat bersuci bagi umatku” Artinya pelaksanaan kewajiban salat bagi umat Muhamad dapat dilakukan di mana saja, tdk terikat oleh miqat makani (tdk terikat oleh ruang), kecuali beberapa tempat yg dilarang oleh Nabi.

Kedua arti secara khusus, masjid itu al-makanul ladzi khushisha lishshalati, yaitu tempat yang khusus buat shalat. Dengan demikian masjid dalam pengertian khusus adalah bangunan khusus untuk shalat. Karena itu masjid dalam pengertian ini memiliki aturan-aturan tertentu antara lain; Orang yang hendak masuk ke dalamnya dianjurkan untuk berdoa dan mendahulukan kaki kanan, orang yang masuk ke dalamnya dianjurkan melakukan shalat tahiyyatul masjid kecuali sekadar lewat untuk mengambil sesuatu, tidak boleh didiami oleh laki-laki yang junub dan wanita yang haid, tidak boleh dijadikan tempat jual-beli, tidak boleh dijadikan tempat mengumumkan barang yang hilang.

والمسجد شرعاً: هو كل موضع من الأرض، لقوله صلّى الله عليه وسلّم «جعلت لي الأرض مسجداً وطهوراً»[(1261)] وفي عرف الفقهاء: بقعة من الأرض تحررت عن التملك الشخصي، وخصصت للصلاة والعبادة[(1262)]. 

ومصلى العيد مسجد، على الراجح من قولي أهل العلم، وهو قول جماعة من أهل العلم، كالقاضي عياض والدارمي[(1263)]، وهو الصحيح من المذهب عند الحنابلة، قال صاحب «الفروع»: (والصحيح أن مصلى العيد مسجد)[(1264)]، ودليل ذلك أن الرسول صلّى الله عليه وسلّم أمر الحُيَّض باعتزاله، والمرأة الحائض لا تعتزل إلا المسجد، على الخلاف المتقدم في باب «الغسل».

والمساجد أفضل البقاع في الأرض، وذلك لما يقام فيها من ذكر الله تعالى وعبادته بإقامة الصلاة، وتلاوة القرآن، وتعليم الدين، وغير ذلك مما يدل على أن المسجد هو مدرسة الإسلام الأولى. - منحة العلام شرح بلوغ المرام 1: 365 -

Dari pengertian inilah kita akan berbicara mengenai 
A. Fungsi Masjid
B. Kewajiban terhadap masjid
C. Dampak kegiatan di masjid terhadap pribadi dan lingkungan, contohnya ongkoh sok ka masjid tapi maksiat jalan keneh

A. Fungsi Masjid
Secara khusus Nabi saw. bersabda

إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ 
Masjid itu dibangun tiada lain untuk dzikrullah, salat, dan membaca Alquran
Sababun Nuzul hadis ini adalah ketika Nabi berkumpul bersama para sahabat lalu datang seorang Arab badwi (gunung), kemudian ia kencing di masjid. Setelah selesai dari kencingnya Nabi bersabda, “Sesungguhnya masjid-masjid itu tdk layak untuk dikencingi dan dikotori

إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ 
Masjid itu dibangun tiada lain untuk dzikrullah, salat, dan membaca Alquran
Adapun redaksi selengkapnya sebagai berikut: 

عَنْ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ فِى الْمَسْجِدِ مَعَ نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ جَاءَ أَعْرَابِىٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِى الْمَسْجِدِ ، فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : مَهْ مَهْ. فَقَالَ :« دَعُوهُ ». فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ ، ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ :« إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لاَ تَصْلُحُ لِشَىْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلاَ الْقَذَرِ ، إِنَّمَا هِىَ لِذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَالصَّلاَةِ ، وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ – رواه البيهقي -
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Ketika kami berkumpul bersama Nabi di masjid, tiba-tiba datang seorang Arab (badwi/gunung), kemudian ia kencing di masjid. Maka para sahabat menghardiknya: ...Maka Nabi bersabda, “Biarkanlah” Maka mereka membiarkannya hingga selesai dari kencingnya. Kemudian Nabi bersabda, “Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak layak untuk dikencingi dan dikotori, masjid itu (dibangun) tiada lain untuk dzikrullah, salat, dan membaca Alquran” H.r. al-Baihaqi

Syarah:
قوله ( مه مه ) اسم فعل مبني على السكون معناه اكفف . قال صاحب المطالع : هي كلمة زجر أصلها ما هذا ثم حذف تخفيفا وتقال مكررة ومفردة
Hadis ini menjadi acuan untuk mengetahui fungsi masjid, yaitu pertama, masjid itu adalah tempat ibadah, yaitu tempat untuk mendekatkan hubungan seseorang dengan Allah, yang dikenal dengan hablum minallah, hubungan manusia dengan Allah.

Kedua, kita perhatikan firman Allah
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ # إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُوْلَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنْ الْمُهْتَدِينَ{التوبة:17-18} 
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, padahal mereka sendiri mengakui kekufuran mereka. Mereka itulah orang-orang yang sia-sia setiap amalnya, dan akan kekal di dalam neraka. Yang akan memakmurkan mesjid-mesjid Allah, hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah swt., iman kepada hari akhir, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun dan siapa pun) selain kepada Allah, Oleh karena itu, mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang terpimpin". Q.s. At-taubah:17-18

Sababun Nuzul
Diriwayatkan bahwa sekelompok pemimpin Quraisy pernah ditawan setelah usai peperangan Badar (ke-2 H). Di antara mereka ada Al-Abbas bin Abdul Muthalib. Setelah mereka ditawan, datanglah beberapa orang sahabat Rasulullah saw., menemui mereka dan mencela kesyirikan mereka, Ali bin Abi Thalib pun tidak ketinggalan mencela (pamannya) Al-Abbas karena memerangi dan memutuskan silaturahmi dengan Rasul. Mendengar celaan mereka, Al-Abbas tidak terima dan berkata, “Mengapa kalian hanya menyebut-nyebut kejelekan kami (musyirikin Qusaisy) dan menutup-nutupi segala kebaikan kami”? Ali balik bertanya, “Benar kalian punya kebaikan-kebaikan?”. Al-Abbas menjawab, “Ya, kamilah yang memakmurkan Masjidil Haram, menutupi Ka’bah (dengan kiswah), menyediakan air bagi yang beribadah haji, dan membebaskan para tawanan”. Setelah kejadian ini, turun ayat At-Taubah ayat:17, yang berkenaan dengan amal kaum musyrikin tersebut. (Ash-Shabuni, I:520). Dan pada ayat selanjutnya (At-Taubah:18), Allah swt. menjelaskan kriteria orang-orang yang layak memakmurkan mesjid-mesjid Allah swt.
Secara mantuq (tersurat) ayat ini menjelaskan orang-orang yang mampu memakmurkan mesjid dengan kriteria seperti ayat di atas (Q.s. At-Taubah:18). Namun secara mafhum (tersirat) ayat ini menerangkan bahwa mesjid menjadi pusat pembinaan umat ini. Karena bagaimana mungkin bisa mencetak orang-orang seperti itu bila mesjidnya tdk berfungsi. Hal itu diperjelas dengan kenyataan sejarah bahwa pada zaman Rasulullah masjid menjadi pusat pergerakan Islam, antara lain:
A. Mengadakan benteng pertahanan yang bersifat moril dan sprituil, yaitu semangat jihad di jalan Allah, sehingga kaum muslimin yang waktu itu jumlahnya sedikit rela mengorbankan harta dan segenap kesenangan materi mereka. 
B. Menyusun umat dan menyusun kekuatan mereka lahir batin
C. Membina masyarakat Islam dengan landasan tauhid.
D. Rasulullah banyak menyampaikan wahyu di masjid
E. Nabi menetapkan instruksi untuk berjuang dan berjihad di masjid
D. masjid menjadi tempat untuk melangsungkan pernikahan yang akan membentuk sebuah keluarga sakinah. Dalam sebuah hadits disebutkan:

Langsungkanlah pernikahan di dalam masjid dan pukullah rebana dalam hajatan itu (HR. Ahmad dan al-Turmudzi).
F. Masjid sebagai tempat latihan perang

Kesimpulan
Secara khusus masjid berfungsi sebagai tempat ibadah, yaitu tempat untuk mendekatkan hubungan seseorang dengan Allah, yang dikenal dengan hablum minallah, hubungan manusia dengan Allah.
Secara umum masjid berfungsi untuk menyelesaikan segala persoalan penting yang menyangkut urusan Islam dan kaum muslimin, yang dikenal dengan hablum minnas, hubungan manusia dengan manusia lainnya.

B. Kewajiban terhadap masjid
Firman Allah:
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ# إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُوْلَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنْ الْمُهْتَدِينَ {التوبة:17-18}
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, padahal mereka sendiri mengakui kekufuran mereka. Mereka itulah orang-orang yang sia-sia setiap amalnya, dan akan kekal di dalam neraka. Yang akan memakmurkan mesjid-mesjid Allah, hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah swt., iman kepada hari akhir, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun dan siapa pun) selain kepada Allah, Oleh karena itu, mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang terpimpin". Q.s. At-taubah:17-18

Pada ayat ini yang menjadi penekanan adalah man (siapa pemakmur masjid), bukan kaifa (bagaimana memakmurkan masjid). Untuk lebih mempertajam penekanan itu coba kita perhatikan sababun nuzul ayat tsb berdasarkan riwayat di bawah ini

روى أن جماعة من رؤساء قريش اسرو يوم بدر وفيهم العباس بن عبد الله المطلب فأقبل عليهم نفر من اصحاب رسول الله ص فعيروهم بالشرك وجعل على بن ابي طالب يوبخ العباس بقتال رسول الله ص وقطيعة الرحم فقال العباس ما لكم تذكرون مساوئنا وتكتمون محاسننا؟ فقال: وهل لكم من محاسن؟ فقال: نعم, إنا لنعمر المسجد, ونحجب الكعبة, ونسقى الحجيج, ونفك العانى –الا سير- فنزلت هذه الاية.

Diriwayatkan bahwa sekelompok pemimpin Quraisy pernah ditawan setelah usai peperangan Badar (Th. 2 H). Di antara mereka ada Al-Abbas bin Abdul Muthalib. Setelah mereka ditawan, datanglah beberapa orang sahabat Rasulullah saw., menemui mereka dan mencela kesyirikan mereka, Ali bin Abi Thalib pun tidak ketinggalan mencela (pamannya) Al-Abbas karena memerangi dan memutuskan silaturahmi dengan Rasul. Mendengar celaan mereka, Al-Abbas tidak terima dan berkata, “Mengapa kalian hanya menyebut-nyebut kejelekan kami (musyirikin Qusaisy) dan menutup-nutupi segala kebaikan kami”? Ali balik bertanya, “Benar kalian punya kebaikan-kebaikan?”. Al-Abbas menjawab, “Ya, kamilah yang memakmurkan Masjidil Haram, menutupi Ka’bah (dengan kiswah), menyediakan air bagi yang beribadah haji, dan membebaskan para tawanan”. Pengakuan mereka kemudian dibantah dengan turunnya ayat 17 surat At-Taubah, yang berkenaan dengan amal kaum musyrikin tersebut. (Ash-Shabuni, I:520). Dan pada ayat selanjutnya (At-Taubah:18), Allah swt. menjelaskan kriteria orang-orang yang layak memakmurkan mesjid-mesjid Allah swt.

Dalam redaksi lain:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: لَمَّا أُسِرَ الْعَبَّاسُ يَوْمَ بَدْرٍ عَيَّرَهُ الْمُسْلِمُونَ بِالْكُفْرِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ، وَأَغْلَظَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَهُ الْقَوْلَ. فَقَالَ الْعَبَّاسُ: مَا لَكُمْ تَذْكُرُونَ مَسَاوِيَنَا وَلَا تَذْكُرُونَ مَحَاسِنَنَا؟ فَقَالَ لَهُ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَلْكُمْ مَحَاسِنُ؟ فَقَالَ نَعَمْ: إِنَّا لَنَعْمُرُ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَنَحْجُبُ الْكَعْبَةَ وَنَسَقِي الْحَاجَّ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَدًّا عَلَى الْعَبَّاسِ: مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ
Berdasarkan sababun nuzul di atas, maka kita dapat memahami bahwa kewajiban terhadap masjid terbagi atas dua bagian: 
(a) membangun pemakmurnya terlebih dahulu. Hal itu diperkuat dengan fakta sejarah perjuangan Rasulullah saw. dalam membangun, membina dan menata umat. Ternyata beliau tidak memulai perjuangan dari pembangunan mesjid, pesantren dan sarana-sarana lainnya, akan tetapi beliau memulai perjuangannya dengan membangun diri-diri pemakmur mesjid. Dengan kata lain, beliau mendahulukan pembangunan sumber daya manusianya daripada sarana-sarana penunjang perjuangannya.
Sejarah pun mencatat, di Mekah Rasulullah saw. tidak mendirikan satu bangunan apa pun, tetapi beliau membina sahabat-sahabatnya di rumah Al-Arqam bin Abi Arqam. Dan baru di Madinahlah beliau mendirikan sebuah mesjid yang sederhana, karena pemakmurnya sudah dipersiapkan.
Yang patut menjadi perhatian kita bersama bahwa tidak sedikit di antara kaum muslimin yang lebih mementingkan dan mendahulukan membangun sarana-sarana peribadatan dan pendidikan tanpa terlebih dahulu memikirkan siapa pengisi dan pemakmurnya. Akibatnya dapat kita lihat berapa banyak mesjid yang berdiri megah tetapi tidak jelas siapa imamnya, sehingga wahiya kharabun minal huda (kosong dari ilmu dan hidayah).

(b) memakmurkannya
Cara memakmurkan mesjid ada dua macam, (1) secara hissiyyah dan (2) secara maknawiyyah. Secara hissiyyah berarti dengan cara membangun fisiknya dan memeliharanya. Sedangkan secara maknawiyyah berarti mengisinya dengan aktivitas terbatas, yakni salat dan aktivitas yang luas, yakni pembinaan jama’ah, pemberdayaan umat. Termasuk pula mengelola, mengurus dan melaksanakan segala kegiatan mesjid sesuatu dengan aturan Allah yang berhubungan dengan masjid, seperti di anjurkan untuk memulai dengan kaki kanan dan berdoa ketika masuk, serta memulai dengan kaki kiri dan berdoa ketika keluar.

عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ 

Dari Abu Used, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Apabila kamu hendak masuk mesjid bacalah: Allahummaf tahli…(artinya: Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu) Dan bila hendak keluar bacalah: Allahumma inni…(artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu karunia-Mu.) H.r. Muslim. Dan dalam riwayat Ahmad dengan redaksi 
اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا…
Ya Allah, bukakanlah bagi kami…
Sahabat Anas bin Malik berkata:
مِنَ السُّنَّةِ إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُمْنَى وَإِذَا خَرَجْتَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُسْرَى
“Termasuk sunnah, bila engkau masuk mesjid, hendaklah memulainya dengan kaki kanan, dan bila engkau keluar hendaklah memulainya dengan kaki kiri” H.r. Al-Hakim
Agar sunah ini dapat dilaksanakan dengan semestinya, maka hendaknya Qayyimul Mesjid (pengurus mesjid) mempertegas batas mesjid agar tidak meragukan bagi yang akan melaksanakannya.

Dalil memakmurkan masjid

باب مَنْ بَنَى مَسْجِدًا

/ 81 - فيه : عُثْمَانَ أنه قال - عِنْدَ قَوْلِ النَّاسِ فِيهِ حِينَ بَنَى مَسْجِدَ الرَّسُولِ - : إِنَّكُمْ أَكْثَرْتُمْ ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رسول الله ( صلى الله عليه وسلم ) يَقُولُ : ( مَنْ بَنَى مَسْجِدًا - قَالَ بُكَيْرٌ : حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ : يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ - بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ ) . المساجد بيوت الله وقد أضافها الله إلى نفسه بقوله : ( إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر ) [ التوبة : 18 ] ، حسبك بهذا شرفًا لها ، وقال : ( فى بيوت أذن الله أن ترفع ) [ النور : 36 ] ، الآية فهى أفضل بيوت الدنيا وخير بقاع الأرض ، وقد تفضل الله على بانيها بأن بنى له قصرًا فى الجنة ، وأجر المسجد جارٍ لمن بناه فى حياته وبعد مماته ما دام يُذكر الله فيه ويُصلَّى فيه ، وهذا مما جازت المجازاة فيه من جنس الفعل 

Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan untuk membangun masjid di kampung-

عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ : ( أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِبِنَاءِ اَلْمَسَاجِدِ فِي اَلدُّورِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَ إِرْسَالَهُ
Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan untuk membangun masjid di kampung-kampung dan hendaknya dibersihkan dan diharumkan. H.r. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi. At-Tirmidzi menilainya hadis mursal

عن عُبَيْدِ اللَّهِ الْخَوْلاَنِىَّ يَذْكُرُ أَنَّهُ سَمِعَ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ عِنْدَ قَوْلِ النَّاسِ فِيهِ حِينَ بَنَى مَسْجِدَ الرَّسُولِ -صلى الله عليه وسلم-. إِنَّكُمْ قَدْ أَكْثَرْتُمْ وَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى - قَالَ بُكَيْرٌ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ - يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ - بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ ». وَقَالَ ابْنُ عِيسَى فِى رِوَايَتِهِ « مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ ».
Dari Ubaidullah al-Khaulani, ia menerangkan bahwa ia mendengar Usman bin Afan ketika orang-orang membicarakannya ketika membangun masjid Rasulullah saw.: Sesungguhnya kalian banyak bicara, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda : Siapa yang membangun masjid karena Allah -kata Bukair: aku menduga ia mengatakan- mengharapkan ridla Allah, pasti Allah akan membuatkan baginya sebuah rumah di surga. Muttafaq ‘Alaihi. Redaksi di atas riwayat Muslim.

Syarh:
Ketika Usman bin Afan, sebagai khalifah, bermaksud meruntuhkan masjid Nabawi dan memugar kembali bangunannya dengan arsitektur yang lebih baik dari bentuk semula (bangunan pertama), maka orang-orang tidak menyetujuinya, karena merubah bentuk bangunan yang semula dibangun oleh Nabi saw., yaitu Usman memperluas dan menambah bangunan baru padanya. Di antara desain interiornya dindingnya dengan batu ukir, tiangnya juga terbuat dari batu ukir, dan langit-langitnya dengan kayu semacam jati. 
Sedangkan zaman Nabi saw. Lantainya dengan ubin, langit-langitnya dengan pelepah daun kurma, tiangnya dengan kayu pohon kurma.
Karena itu orang-orang memperbincangkan Usman. 
Anggapannya: Demikian pula Umar ketika membangun kembali masjid nabawi tidak berani merubah bentuk bangunannya. Karena itu mereka menginginkan bentuk dan material (bahan) bangunannya tidak dirubah.
Catatan: masjid Nabawi mengalami pembangunan 
Zaman Nabi: setelah perang Khaibar
Zaman Umar: perluasan, Zaman Usman: perluasan, perubahan desain bangunan dan penambahan bangunan baru.
Lalu Usman berkata:

إِنَّكُمْ قَدْ أَكْثَرْتُمْ
Sesungguhnya kalian banyak membicarakan ketidaksetujuan atas perbuatan saya. 

وَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى - قَالَ بُكَيْرٌ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ - يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ - بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ ». وَقَالَ ابْنُ عِيسَى فِى رِوَايَتِهِ « مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ ».
sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Siapa yang membangun masjid karena Allah -kata Bukair: aku menduga ia mengatakan- mengharapkan ridla Allah, pasti Allah akan membuatkan baginya sebuah rumah di surga. Muttafaq ‘Alaihi. Redaksi di atas riwayat Muslim.

Syarh:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا
Ditulis dengan tanwin untuk menunjukkan keragaman jenis, termasuk ukuran besar ataupun kecil. Ini sesuai dengan sabda Nabi dalam hadis lain:

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ لِبَيْضِهَا 
Siapa yang membangun masjid karena Allah, walaupun sebesar sarang burung untuk bertelur (kecil).
Dalam memahami maksud hadis ini para ulama berbeda pendapat:
Pertama, memahaminya secara majazi (kiasan). Karena tempat bertelur burung tidak cukup untuk dipakai salat. Maksudnya: walaupun kecil ukurannya tetap mendapat ganjaran
Kedua, secara hakiki, yaitu menambah ukuran masjid sesuai kebutuhan, maka setiap penambahan itu akan dibalas dengan sebuah bangunan disurga. Atau jamaah berserikat (rereongan) dalam membangun masjid, maka akan dibalas dengan sebuah bangunan di surga sesuai dengan sahamnya.
Dengan demikian, Usman memahami bahwa memugar bangunan masjid, baik secara arsitekturnya saja maupun dengan memperluas bangunan itu termasuk ke dalam sabda: 

من بنى مسجدا لله بنى الله له بيتا في الجنة
Jadi hadis itu, jangan dipahami semata-mata membangun masjid yang asalnya tidak ada jadi terwujud. 
Yang kedua, pemahaman ini tampaknya didasari oleh hadis: bahwa amal itu akan diganjar sesuai jenis amalnya, bukan ukuran amalnya. Jadi ganjaran membangun masjid bukan sesuai sifat/ukuran bangunannya. Lamun infak 1 meter, ganjaranna rumah disurga yang ukurannya 1 meter. Karena itu Nabi bersabda: 

ما خرجه الإمام أحمد من حديث أسماء بنت يزيد ، عن النبي ( ، قال : ( ( من بنى لله مسجدا في الدنيا فإن الله عز وجل يبني له بيتا أوسع منه في الجنة ) )


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ لِبَيْضِهَا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ.

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW. bersabda : siapa yang membangun masjid karena Allah, walaupun sebesar sarang burung untuk bertelur (kecil), pasti Allah akan membuatkan baginya sebuah rumah di surga. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dan Al bazzar dengan sanad yang shahih).

عَنْ أَنَسٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، أَنَّهُ قَالَ: مَنْ بَنَى ِللهِ مَسْجِدًا ، صَغِيرًا كَانَ ، أَوْ كَبِيرًا ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ - أخرجه التِّرْمِذِي

عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْروٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ: مَنْ بَنَى للهِ مَسْجِدًا ، بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ ، أَوْسَعُ مِنْهُ ، فِي الْجَنَّةِ. أخرجه أحمد 2/221(7056)

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ بَنَى ِللهِ مَسْجِدًا ، مِنْ مَالِهِ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ. - أخرجه ابن ماجة (737)